Tradisi Lais, Sirkus Tradisional dari Garut yang Masih Eksis Hingga Kini

oleh -

GARUTMU.COM – Seni Sirkus biasanya berasal dari luar Indonesia. Sirkus yang biasa kita lihat berasal dari daratan Eropa dan identik dengan atraksi di luar kebiasaan manusia pada umumnya.

Namun, di Garut Jawa Barat terdapat kesenian yang mirip dengan atraksi sirkus dan dilakukan secara tradisional, alias merupakan warisan budaya secara turun temurun yang diberi nama tradisi Lais.

Tradisi Lais dilakukan dengan melakukan atraksi di atas ketinggian dari tali yang diikatkan dengan kedua belah batang bambu yang menjulang dan dilakukan tanpa mengenakan pengaman tubuh. Hingga kini tradisi tersebut masih bertahan dan dipertontonkan kepada masyarakat di Kabupaten Garut pada momen-momen tertentu.

Pemanjat Kelapa Bernama Laisan

Tradisi Lais pada mulanya merupakan keisengan dari seorang pemanjat kelapa bernama Laisan yang juga seorang sesepuh di Kawasan Kampung Nangka Pait, Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut. Laisan merupakan seseorang yang handal dalam memanjat dan memetik buah kelapa.

Pada masa Kolonial Belanda, Laisan selalu mendapat tugas untuk memetik buah kelapa dari kalangan masyarakat sekitar maupun tentara Belanda. Selama melakukan pemetikan ia juga melakukan atraksi yang cukup berbahaya dengan bergelantungan dan berpindah dari pohon kelapa, ke pohon kelapa lainnya tanpa menyentuh tanah.

BACA:  5 Alat Musik Khas Sunda dari Jawa Barat Ini Masih Eksis

Sejak saat itu, banyak masyarakat yang menantikan Laisan untuk memanjat pohon kelapa dan melakukan atraksi. Sejak saat itu juga, ketika Laisan melakukan tugasnya, masyarakat setempat memukul benda-benda bebunyian sebagai pengiring atraksi selama memanjat pohon kelapa.

Dilansir dari jelajahgarut.com,hingga saat ini tradisi Lais terus dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk penghormatan terhadap sesepuh Laisan dan menjaga tradisi turun temurun di Kawasan Kampung Nangka Pait, Kabupaten Garut.

Dilansir dari Liputan6, salah seorang pelaku tradisi Lais asal Wilayah Sukawening bernama Dadang mengungkapkan bahwa sebenarnya filosofi dari tradisi Lais adalah medium untuk melatih diri dalam memunculkan kekuatan fisik dan kemampuan menyatu dengan alam. Kemampuan tersebut dipercaya masyarakat sekitar sebagai upaya untuk bisa bersinergis dengan alam dan Tuhan.

BACA:  Charlie Chaplin di Stasiun Cibatu Garut

Selain itu, menurut pria yang juga seorang pelatih Lais tersebut menjelaskan jika tradisi Lais merupakan ajang untuk melatih keyakinan diri dalam melangkah. Dalam tradisi Lais, Dadang menyebutkan bahwa jika kita merasa tidak yakin jangan memaksakannya.

“Kalau ragu jangan dilakukan, intinya harus yakin dulu,” ujar Ade Dadang yang juga Pimpinan Grup Panca Warna Medal Panglipur.

Percampuran Dua Budaya

Menurut Wikipedia, Lais merupakan kesenian yang menggabungkan dua budaya, yaitu Budaya Sunda dan Budaya Jawa Timuran. Hal tersebut dibuktikan dari banyaknya gerakan akrobatik yang serupa dengan akrobatik khas Reog Ponorogo melalui Gerakan yang dinamakan Kucingan.

Kucingan sendiri mengisahkan tentang seekor kucing yang diperankan singo barong tanpa dadak merak sedang mengejar Tikus yang diperankan oleh Bujang Ganong, karena telah mengganggu tidurnya. Hanya saja di Lais tidak menggunakan cerita kucingan dan seragam reyog serta topengnya yang menyulitkan pandangan penari Lais.

BACA:  Indahnya Stadion RAA Adiwijaya, Stadion Sepak Bola di Garut

Atraksi yang diberikan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman dengan diiringi musik reog dan terompet.

Kesenian Lais di Era Sekarang

Di era sekarang, tradisi akrobatik khas Kabupaten Garut tersebut masih dimininati dan terdapat padepokan Lais yang masih terus bergerak melakukan kegiatan atraksinya, yaitu Padepokan Panca Warna Medal Panglipur. Menurut Ade Dadang selaku pimpinan, Ia terus berupaya mencari inovasi agar kesenian khas kota Garut tersebut tidak hilang.

Menurutnya, potensi tradisi Lais cukup besar bagi kalangan muda, mengingat kalangan muda merupakan generasi yang masih semangat dan tertarik akan hal-hal yang bersifat tantangan.

Dadang melanjutkan, jika tradisi Lais di Padepokan Panca Warna Medal Panglipur masih banyak dilirik oleh kalangan muda karena diyakini mampu mengasah keberanian dan ketangkasan, dua aspek penting dalam atraksi lais yang disukai oleh anak muda.

Diolah dari merdeka.com