GARUTMU.COM — Kerajinan kulit dari Sukaregang, Garut, terkenal ke mana-mana. Kerajinan kulit, seperti jaket kulit, menjadi buah tangan yang jadi primadona banyak wisatawan yang berkunjung ke kota berjuluk Swiss van Java ini.
Baru-baru ini, industri kerajinan kulit di Sukaregang masuk ke masa baru setelah pemerintah pusat mendirikan rumah produksi bersama produk kerajinan kulit yang berlokasi di sebuah gedung yang dulunya bernama Gedung PKL, di Jalan Guntur, Kecamatan Garut Kota.
Tempat tersebut, belum lama ini diresmikan Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki, dan diperuntukan sebagai pusat produksi dan wadah bagi para perajin mikro untuk melakukan riset dan pengembangan produknya.
Jauh sebelum eksisnya rumah produksi bersama ini, kerajinan kulit asal Garut sudah terkenal ke mana-mana. Dari dalam negeri hingga ke beberapa negara di Eropa, sudah melihat atau merasakan produk-produknya.
Dalam dua tahun terakhir saja. Pemkab Garut membawa kerajinan kulit terbang ke Italia mengikuti Festival Lineapelle The International Leather Fair dua kali, dan sebuah acara fesyen di Amerika Serikat sekali.
Hal ini bukan tanpa alasan. Sebab, selain tampilannya yang dianggap setara dengan produk olahan kulit dari luar negeri, produk kerajinan kulit dari Garut juga memiliki kualitas yang tak kalah baik.
Produksi kerajinan kulit dari Sukaregang ini, disebut-sebut sudah eksis dari zaman Belanda. Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah perkembangan industri kerajinan kulit dari Garut ini?
Sebelum jauh membahas kerajinan kulit yang terkenal itu, kita bahas dulu mengenai Sukaregang, daerah yang menjadi sentral produksi dari kerajinan kulit hewan ini. Sukaregang adalah sebuah wilayah di Kecamatan Garut Kota. Secara administrasi, Sukaregang masuk ke dalam otoritas Kelurahan Kota Wetan.
Lokasinya dekat dengan kawasan Suci, yang konon kabarnya dulu didaulat menjadi ibu kota Garut, setelah pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang dibubarkan di tahun 1800-an.
Ngomong-ngomong soal kerajinan kulit dari Sukaregang, detikJabar berkesempatan untuk berbincang dengan Haji Nadiman. Seorang tokoh masyarakat, sekaligus salah satu pengusaha kerajinan kulit termasyhur di Sukaregang belum lama ini.
Menurut Nadiman, sejarah produksi kerajinan kulit yang kini jadi mata pencaharian mayoritas warga Sukaregang, sudah ada dari zaman Belanda. Tepatnya, dari sekitaran tahun 1930.
“Di Sukaregang sudah ada sejak zaman Belanda. Saya ini generasi ketiga,” kata Nadiman.
Ada beragam versi sejarah tentang kerajinan kulit dari Sukaregang ini. Salah satunya, kabar yang menyatakan jaket kulit dari Sukaregang dipakai oleh salah seorang pilot saat Perang Dunia Kedua.
Namun, kata Nadiman, berdasarkan penuturan nenek-moyangnya, sejarah kerajinan kulit dari Sukaregang bermula ketika masyarakat di sana membuat insole atau dalaman sandal tarumpah, yang kala itu banyak digunakan menak Belanda.
Seiring dengan berkembangnya waktu, masyarakat di Sukaregang juga atas kemahirannya bisa membuat saddle untuk menunggangi kuda, jok sepeda dan beragam barang lainnya termasuk beduk.
“Dulu (penyamakan) masih tradisional dengan cara diinjak. Kalau sekarang sudah pakai mesin,” ungkap Nadiman.
Kulit domba dan sapi, sedari dulu diketahui menjadi bahan dasar kerajinan, yang dibuat masyarakat di Sukaregang. Lokasi geografis Sukaregang yang berada dekat dengan sungai, membuat mereka tak kesulitan untuk menyulap kulit hewan menjadi bahan mentah, kemudian diolah menjadi kerajinan.
Perkembangan industri kerajinan kulit di Sukaregang kemudian mengalami perkembangan pesat di sekitaran tahun 1960-1980. Saat itu, para perajin yang mulai menjamur membuka toko, kemudian dikoordinir oleh Unit Pelaksana Tugas (UPT) Sukaregang yang didirikan pemerintah.
“Nah baru dari tahun 80-an, mulai ada sepatu, jaket sampai berkembang seperti sekarang,” pungkas Nadiman.
Kerajinan kulit asal Sukaregang, kini berkembang dan menjadi salah satu buah tangan yang paling digemari wisatawan yang berkunjung ke Garut. Sebab, selain memiliki kualitas yang lumayan, kerajinan kulit dari Sukaregang juga tidak terlampau mahal harganya.
Meskipun kini dikenal di seantero negeri hingga mancanegara, industri jaket kulit Garut masih memiliki segudang pekerjaan rumah. Salah satunya adalah limbah dari pengolahan kulit, yang dianggap masih banyak mencemari lingkungan karena banyak menggunakan bahan kimia.
Selain itu, Menkop UKM RI Teten Masduki ketika kunjungannya ke Garut belum lama ini juga menyoroti kualitas dari produk kerajinan kulit dari Sukaregang, yang menurutnya masih perlu ditingkatkan untuk bisa bersaing di pasar nasional.
“Karena selama ini masih diproduksi dengan alat-alat yang sederhana. Kurang bagus. (dibuat rumah produksi bersama) Tujuannya adalah untuk meningkatkan produk hilir kulit di Garut, agar bisa mengalami perbaikan kualitas,” kata Teten.*** (detikjabar)