Inilah Cerita Legenda Bukit Piramid di Atas Awan

oleh -

GARUTMU.COM-Konon pada jaman dahulu kala (UGA = Ceuk Kolot Baheula ) ada seorang kakek tua bernama Ki ageng Parta ( laki-laki gagah dan Pahlawan ) yang tadinya mengabdi sebagai pembantu dan penasehat di Kadipaten dibawah pimpinan Munding Sura yaitu seorang Adipati dikerajaan Cimanganten ( sekarang terletak di Kecamatan Tarogong Kaler ) sang kakek itu terkenal soleh dan jujur kakek itu juga terkenal mempunyai seorang putri yang sangat cantik yang bernama Sri mayamuni (Puteri yang murni).

Dilansir dari laman Garut, sampai suatu ketika ketika Ki Ageng Parta merasa sudah sangat tua dan merasa sudah cukup mengabdi pada keluarga Adipati tersebut maka ia pun menghadap kepada Adipati Munding Sura untuk memohon ijin mengundurkan diri dan menjauhkan diri dari masalah keduniawian dengan menjadi seorang petapa.

Tentu saja sang Adipati merasa keberatan karena tenaga dan pikiran beliau masih sangat dibutuhkan namun sang kakek tetap bersikeras Karena merasa sudah lelah dengan hal keduniawian dia merasa ingin hidup tenang sebagai seorang petapa mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa sambil menunggu datangnya ajal menjemput menyusul isterinya tercinta yang sudah lama meninggalkannya.

Akhirnya dengan berat hati Mundingsura sang Adipati menyetujui tapi dengan satu syarat yaitu bahwa Ki Ageng Parta harus mau menikahkan putrinya dengan anaknya Raden Bhadrika Bahuwirya( laki-laki yang gagah berani dan diberikan kekuasaan)

BACA:  Batik Garut: Warisan Budaya Yang Mencerminkan Kekayaan Budaya Sunda

Ki Ageng Parta tidak langsung menyetujuinya Karena mengetahui bahwa puterinya Sri mayamuni sudah mempunyai kekasih seorang Ksatria yang bernama Arya Sapala. Tentu saja sang Adipati murka dan mengancam si kakek itu.

Singkat cerita Ki Ageng Parta menyampaikan maksud dari Adipati Mundingsura kepada puteri tercintanya Sri Mayamuni dan menyerahkan segala keputusannya kepada putrinya tersebut tentu saja Sri Mayamuni menolaknya karena sudah mempunyai Arya sapala sebagai kekasihnya.

Setelah menyampaikan pesan dari sang Adipati maka berangkatlah Ki Ageng Parta ke Gunung Sadahurip untuk bertapa tetapi malang nasibnya baru beberapa saat menjadi petapa ia jatuh sakit karena memikirkan nasib puterinya sampai akhirnya ia pun meninggal dunia.

Srimayamuni yang mengetahui ayahnya meninggal sangat bersedih dan dengan ditemani kekasihnya Arya Sipala Srimaya pergi ke gunung Sadahurip untuk berziarah ditengah perjalanan sampailah mereka di sebuah tebing yang indah karena ada bunga liar berwarna merah yang tumbuh di sisi – sisinya dan beristirahatlah mereka di tebing tersebut dan ditempat itulah mereka juga mengikat janji untuk sehidup semati sehingga sampai sekarang tebing itu dinamai tebing cinta

BACA:  Tari Jaipongan, Kesenian Tari Khas Tatar Sunda

Adipati Mundingsura segera setelah mengetahui kejadian tersebut bersama anaknya dan beberapa orang prajuritnya yang sakti segera mengejar Srimaya muni, Srimaya muni dan kekasihnya menyadari bahwa hidup mereka terancam dan melarikan diri kesebuah bukit.

Singkat cerita Srimaya Muni dan Kekasihnya berhasil terkejar oleh rombongan Sang Adipati dan terjadilah perkelahian yang sengit antara Para prajurit Adipati Mundingsura dan Arya Sapala karena kalah dalam adu kesaktian Arya Sapala pun tewas ditangan para prajurit sakti dan Raden Bhadrika, jasad Arya Sapala pun dilemparkan ke sebuah kawah dan ajaibnya setelah tubunya dilemparkan ke kawah tersebut kawah tesebut berubah menjadi putih sehingga sampai sekarang penduduk disana menamainya Kawah Talaga Bodas.

Setelah menewaskan Arya Sapala Mundingsura memerintahkan untuk membawa Sri Maya muni pulang ke Kadipaten ditengah perjalanan mereka beristirahat di sebuah bukit yang berpemandangan indah dan berhadapan langsung dengan Gunung Sadahurip mereka semua terkagum-kagum dan terlena dengan pemandangan di atas bukit itu karena pada saat itu tampak kabut yang perlahan turun dari Gunung Sadahurip sehingga Gunung tersebut seolah-olah seperti berada di atas awan akan tetapi berbeda dengan Srimaya muni yang terlepas dari pengawasan mereka ia seakan –akan melihat ayahnya dan kekasihnya sedang tersenyum dan melambai kearahnya tanpa pikir panjang Srimaya muni pun berlari dan melompat kearah jurang didepannya tanpa ada yang bisa mencegahnya.

BACA:  Delman, Transportasi Tradisional yang Eksis Hingga Kini

Melihat hal itu Mundingsura pun segera memerintahkan Raden Bhadrika dan para prajuritnya untuk turun kebawah mencari Srimaya muni, selama beberapa jam mencari mereka tidak berhasil menemukan Srimaya muni bahkan jasadnya sekalipun.

Dengan penuh penyesalan Adipati Mundingsura dan Raden Bhadrika Bahuwirya terus berusaha mencari apalagi Raden Bhadrika sambil mencari bibir nya selalu saja bergumam meminta maaf kepada Srimaya muni hingga pada saat mereka tiba di suatu tempat mereka mendengar suara berbisik bahwa Srimayamuni sudah memaafkan mereka dan tidak usah lagi mencarinya.

Mereka pun memutuskan kembali atas tempat mereka beristirahat di tempat tersebut tak lama kemudian ada lagi suara perempuan yang berbisik dan mengatakan bahwa suatu saat tempat ini akan ramai dikunjungi orang- orang dan para pembesar negeri.

Akhir cerita mereka pun pulang ke Kadipaten dengan membawa rasa bersalah dan penyesalan yang teramat besar dan bukit tempat mereka beristirahat oleh penduduk sekitar dinamai Piramida diatas awan Karena dari bukit tersebut mereka bisa melihat Gunung Sadahurip yang seolah olah berada diatas awan.