Hutan, Kabuyutan, dan Manusia Modern

oleh -

Sukron Abdilah, Chief in Editor

GARUTMU.COM – Berbicara tentang hutan di daerah kita memang menyedihkan. Pada tahun 2000-an, sekira 101, 3 juta hektar hutan dan lahan rusak. Memang manusia makhluk serakah.

Data terkini saja angkanya semakin menghkhawatirkan. Eyy…bikin “berdiri bulu romaku” saja.

Terungkap sekitar 4,4 juta hektar lahan atau setara 8 kali luas pulau Bali terbakar antara tahun 2015-2019. Ini yang terbakar saja kayaknya. Belum keitung, yang illegal loging, pembangunan, dll. Data laporan ini saya peroleh dari laman greenpeace.

Hutan yang diberikan Tuhan sebagai sumber daya alam pun semuanya dihabiskan tanpa pemikiran ke depan (futuristik).

Ah, sebetulnya ini ulah manusia modern yang banyak mengagungkan pendekata positivistik-teknologis. Coba, kalau masih pengkuh memegang ajaran Karuhun bahwa hutan juga merupakan kabuyutan (dalam term urang Sunda). Maka menjaga dan memelihara hutan akan berdengung sampai ke seantero Indonesia.

BACA:  Pertautan Buku dan Cinta

Ka’bah Kemanusiaan

Kabuyutan seperti ka’bah. Daerah Mekkah — kata sebagian hadits — tidak boleh dimasuki oleh orang-orang yang kerjaannya merusak. Bahkan, sang dajjal pun tak bisa memasuki daerah suci ini. Tapi, nasibnya tak sama dengan hutan sebagai kabuyutan yang tak boleh dieksploitasi. Per menit saja, di Indonesia hutan sudah berkurang ratusan meter.

Bahkan, ketika saya melihat peta pulau Kalimantan, warnanya tidak hijau lagi. Berubah menjadi putih kehitam-hitaman alias hutannya gundul.

Memang kita — bangsa — yang tak menghargai tradisi pemeliharaan hutan yang diwariskan orang-orang terdahulu. Sehingga hutan dari tahun ke tahun terus terdegradasi. Padahal hutan adalah kabuyutan-nya orang Indonesia.

Ketika kabuyutan itu tidak dipelihara dan dijaga eksistensinya, tentu saja Negara Indonesia — seperti yang dikatakan ibu saya — akan menjadi Negara pertama yang dihancurkan Tuhan ketika sangkakala ditiupkan.

BACA:  Bonus Demografi dan Digital Culture

Aktivitas menebang pun tanpa disertai penanaman pohon yang seimbang. Menebang dalam satu hari menghabiskan jutaan ton kubik. Sementara itu, menanamnya tidak sampai jutaan pohon per hari. Kalaupun sampai jutaan, harus menunggu berapa tahun lagi agar berjalan di jalan-jalan tanpa kepanasan karena ada rerimbunan pohon.

Hutan ialah Kabuyutan

Jadi, kabuyutan itu bukan hanya universitas, gedung kebudayaan, dan kampung adat saja; tapi hutan belantara yang rimbun juga adalah kabuyutan. Terserah anda mau menyalahkannya, tapi menurut saya — bahkan sampai mati — akan menjadikan hutan di seluruh Indonesia sebagai kabuyutan.

Tak akan pernah saya membiarkan perusak hutan terus merajalela mendegradasi alam sekitarnya.

Sebab, dalam hadits yang diperoleh dari ulama-ulama tradisional salafiyah di perkampungan, dajjal itu akan selalu menghancurkan gunung. Dan, akan berhenti menghancurkannya tatkala terdengar suara adzan. Aktivitas merusak hutan yang dilakukan oleh dajjal berwujud manusia bisa berhenti dengan meneriakkan pembelaan terhadap lingkungan sekitar (Adzan).

BACA:  Mahasiswa, Perjuangan Kita Belum Selesai...!

Meneriakkan bahwa merusak hutan itu sama seperti merusak kabuyutan sendiri dan dilarang oleh norma Agama.

“Walaa tufsidu fi al-ardh”. Artinya, janganlah kalian semua (umat manusia) merusak dan melakukan upaya-upaya eksploitasi di muka bumi. Ok, dulur?