Batik Garut: Warisan Budaya Yang Mencerminkan Kekayaan Budaya Sunda

oleh -
Ilustrasi (indonesiakaya.com)

GARUTMU.COM, Garut — Tradisi membatik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda sejak zaman dahulu, seperti yang tercatat dalam naskah Siksa Kandang Karesian pada abad ke-16. Kehadiran motif-motif batik juga tercermin kuat di berbagai daerah Jawa Barat, seperti Cirebon, Tasikmalaya, dan Garut, masing-masing dengan ciri khas motifnya sendiri.

Batik Garut, sebagai salah satu warisan budaya yang tak ternilai, tidak hanya memperkaya tradisi membatik di Indonesia, tetapi juga menjadi simbol kekayaan budaya Sunda. Motif-motif seperti Lereng Surutu, Lereng Camat, dan Lereng Dokter memiliki inspirasi unik dari profesinya pemakai awalnya, sementara motif Drintin mengambil inspirasi dari Kebun Binatang Kota Bandung, mencerminkan kreativitas dalam menggabungkan kebudayaan lokal dengan pengaruh Belanda.

Diperkirakan ada sekitar 40 jenis motif batik tulis tradisional “Garutan”, dengan variasi baru yang terus berkembang. Setiap motif, mulai dari Lereng Doktor hingga motif modifikasi seperti Tanjung Anom dan Tumpal, mengandung cerita dan makna tersendiri yang menjadi cerminan kekayaan budaya dan sejarah Garut.

Ian Suhadi, seorang desainer, telah mengungkapkan bahwa motif-motif batik Garutan pada abad ke-19 mencakup berbagai pakem seperti siki bonteng, suliga, dan merak ngigel. Perkembangan ini mengubah motif-motif tradisional menjadi ratusan jenis motif batik kontemporer yang beragam.

Pentingnya Batik Garut tidak hanya dalam aspek budaya, tetapi juga dalam ekonomi. Sejak zaman Belanda, batik Garut sudah menjadi salah satu souvenir populer bagi para pelancong. Buku Garoet, En Omstreken yang terbit pada tahun 1922 mencatat bahwa kain batik adalah oleh-oleh yang populer dari Garut. Industri batik di Garut bahkan dibuka oleh seorang juragan perkebunan.

BACA:  Sejarah Warisan Leluhur Batik Garutan di Garut

Kehadiran Batik Garut juga mencerminkan gaya berpakaian tradisional masyarakat Garut pada masa lalu, dengan menak perempuan mengenakan sarung batik dengan kemben, dan menak laki-laki menggunakan sarung batik dengan kemeja putih atau jas beludru yang khas.

Meskipun mengalami masa jaya pada periode 1967-1985, popularitas Batik Garut kemudian meredup. Namun, pada tahun 2000-an, pemerintah daerah Garut aktif mempromosikan kembali Batik Garut melalui lomba desain dan penampilan busana. Namun, para pengusaha batik Garut masih menghadapi tantangan dalam menangani peningkatan permintaan sementara kekurangan tenaga kerja yang profesional.

Dengan kekayaan sejarah, kreativitas, dan semangat mempertahankan tradisi, Batik Garut tetap menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat Garut dan Indonesia secara keseluruhan. Melalui usaha kolektif untuk memelihara dan mempromosikan keindahan serta makna di balik setiap motifnya, warisan budaya ini akan terus dipersembahkan kepada dunia sebagai bagian dari identitas budaya Indonesia yang kaya dan beragam.

BACA:  Enjang Tedi DPRD Jabar Dorong Nyaneut Festival di Garut Jadi Kegiatan Tahunan Disbudpar Jabar

Di era Belanda, Batik Garut telah menjadi pilihan oleh-oleh populer bagi para turis yang berkunjung ke Garut, seperti yang dicatat dalam buku Garoet, En Omstreken tahun 1922. Ini menegaskan nilai budaya dan estetika Batik Garut yang diakui luas, sebagaimana juga disinggung dalam naskah Siksa Kandang Karesian, yang menegaskan kepentingan Batik Garut sebagai bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Sunda.

Pentingnya industri batik di Garut tercermin dalam inisiatif KF Holle, seorang juragan perkebunan, yang membuka industri batik di daerah tersebut. Langkah ini tidak hanya menghidupkan perekonomian lokal, tetapi juga memperkuat posisi Garut sebagai salah satu pusat batik di Jawa Barat.

Pengenalan Batik Garut sebagai simbol kebanggaan lokal tercermin dalam gaya berpakaian tradisional masyarakat Garut pada masa lalu. Berdasarkan kutipan dari tulisan Sir Stamford Raffles dalam The History of Java yang dikutip oleh Nina Lubis, pakaian tradisional menak perempuan dan laki-laki di Garut umumnya menggunakan sarung batik sebagai bagian dari busana sehari-hari mereka. Ini menunjukkan bahwa Batik Garut tidak hanya menjadi bagian dari industri dan ekonomi, tetapi juga dari identitas budaya dan sosial masyarakat Garut.

Motif-motif Batik Garut yang berkembang mencerminkan tidak hanya keindahan visualnya, tetapi juga nilai-nilai budaya, falsafah hidup, dan adat istiadat masyarakat Sunda. Sebagai cerminan kehidupan sosial masyarakat Garut dari masa ke masa, Batik Garut telah mengalami masa jaya yang panjang, terutama antara tahun 1967 hingga 1985. Pada periode tersebut, permintaan terhadap Batik Garut sangat tinggi sehingga jumlah unit usaha pembatikan mencapai 126, tersebar di berbagai tempat di Garut.

BACA:  RAA Adiwijaya, Bupati Pertama Garut Yang Berjasa Memindahkan Ibu Kota dari Limbangan

Meskipun mengalami penurunan popularitas pada beberapa periode, Batik Garut kembali mendapatkan perhatian pada tahun 2000-an. Pemerintah daerah Garut aktif mempromosikan kembali Batik Garut melalui lomba berbusana dan desain batik Garut. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, pemerintah daerah mewajibkan pegawai untuk memakai seragam batik Garut sebagai dukungan terhadap industri lokal.

Namun, meskipun permintaan terhadap Batik Garut semakin meningkat, industri ini masih menghadapi tantangan dalam mengelola peningkatan permintaan sambil mengatasi kekurangan tenaga kerja profesional. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan sumber daya manusia berkualitas guna mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan industri batik Garut di masa mendatang.

Dengan sejarahnya yang kaya akan nilai-nilai budaya, Batik Garut tetap menjadi warisan budaya yang berharga bagi Indonesia. Melalui upaya kolektif dari pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri, Batik Garut akan terus menjadi simbol kebanggaan dan identitas budaya yang menakjubkan bagi bangsa Indonesia.***

____

Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar

Editor: FA